Monday, December 2, 2013

Tiojakin, Maggie. WINTER DREAMS. Saya Mau Curhaat! xD

Nicky F. Rompa tak sengaja terdampar di negeri orang bersama jutaan imigran ilegal yang membawa kisah mereka masing-masing ke dalam salah satu kota paling bersejarah di Pantai Timur AS.

Mengambil setting di Boston, Mass., - dan dikemas dalam atmosfir romantisme urban - "Winter Dreams" menyajikan mimpi-mimpi yang tak jarang melebur ke dalam realita dan melahirkan sebuah ilusi epik.

Sekali lagi, Maggie Tiojakin menunjukkan kepiawaiannya dalam menghadirkan tokoh-tokoh anti-hero klasik yang berpotensi memicu perdebatan baru dalam kancah penulisan fiksi di Indonesia. (source)

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2011
Edisi: Paperback, Bahasa Indonesia
"Genre": Fiksi, kontemplatif

Nicky, si lakon utama (atau untuk "fair"nya, sebagai "narator" yang menceritakan kisah yang dimuat dalam buku ini), diceritakan sebagai seorang mahasiswa semester 3 yang orangtuanya bercerai, membuat Nicky tinggal terpisah dengan ibunya dan adiknya yang berarti membuatnya tinggal dengan ayahnya yang semacam punya masalah perilaku tertentu (?? #digepoktextbook). Meskipun demikian, hubungan di antara ayah/anak itu "dingin". Bahkan gak jarang, Nicky menerima kekerasan fisik tertentu dari ayahnya itu. Ibunda Nicky (hatjeh! xD) yang mengkhawatirkan keadaan sang putra pun akhirnya menawarkan Nicky untuk tinggal sementara dengan tantenya, Tante Riesma di Boston, US. Singkat kata, tawaran sang ibu pun diterima dan berangkatlah Nicky ke Amerika, di sana ia pun beradaptasi dan hidup seperti biasa dengan keluarga tantenya yang menampungnya, ada suami tantenya dan anak perempuannya, Leah.

Oke, saya emang suxx kalau disuruh mengingat nama nih sukanya =)) Hidup di Boston dijalani dengan lancar-lancar saja, bahkan Nicky juga bisa menemukan roman asmaranya sendiri di sana. Namun masalah datang ketika akibat fitnah tertentu yang tak terduga, Nicky jadi harus diusir dari rumah tantenya. Pulang lagi ke Indonesia? Nicky enggan, meskipun ijin tinggalnya akhirnya menjadi ilegal karena rekomendasi dari keluarga tantenya tidak bisa didapatkan. Bagi Nicky, atau, well ralat, bagi persepsi saya, segalanya serasa (pakai bahasa Jawa ya) awang-awangen, antara ya dan tidak, antara tahu dan tidak tahu, antara mau dan tak mau. Nicky pun harus bertahan hidup dengan status ilegalnya, bekerja tanpa surat resmi, termasuk mencari tempat tinggal sendiri. Makaan makaan sendiri~ #jangannyanyi



Beruntunglah, Nicky masih bisa menemukan tempat tinggal yang layak, di apartemen sepasang tunangan/mau-menikah yang ternyata menjadi sahabat "pengganti"nya semenjak pertemanannya dengan teman-teman Leah - jadi "putus", terutama dengan sosok Polina, sang roman asmara (asek asek) pertama yang ditemui Nicky yang seakan memang nggak tertakdirkan untuk terikat apapun. Kalau boleh menambahkan di sini, menurut saya berpisahnya mereka pun juga lebih terasa sebagai "hanya begitu saja" tanpa dapat saya rasakan pemahaman afektif (yang dirasakan) mengenai apa yang dituturkan Nicky di sini. Meskipun memang ada kejadian yang cukup serius yang terlibat di sana.

Meskipun demikian, yang namanya perjalanan hidup, terutama dalam konteks buku ini, yang dialami Nicky juga akan memertemukan Nicky dengan orang-orang dan hal-hal lain. Ada Esme, perempuan espanol yang juga memberi semusim cinta bagi Nicky (...), ada teman Leah dulu (eh, mantan pacar! xD), Richard, yang memberinya tawaran pekerjaan baru, ada sosok guru kelas menulis kreatif yang memberitahu Nicky tentang kemungkinan tentang bakat menulis yang dimiliki Nicky, dan terakhir disebutkan, meskipun sudah disinggung adalah Natalie, si istri dari teman sekamar Nicky di apartemen barunya.

Sejauh itu dan sekitar itu lah kira-kira perjalanan semusim ilusinya.


Jujur saja saya bingung harus "mengambil apa" dari buku ini. Saya bahkan sempat melirik ke bagian barkode belakang buku, dan ternyata buku ini dikategorikan sebagai Novel/Fiksi, bukan Novel Dewasa seperti yang saya (sedikit) harapkan. Singkatnya karena saya merasa gak sampai ke tujuan akhirnya, tujuan akhir yang mungkin dimaksudkan untuk dicapai pembaca sendiri tanpa diantarkan oleh pengarang/cerita/tokohnya. Ini gak berhubungan dengan pertanyaan soal pengalaman saya mengikuti alur buku ini, sih. Alur dan penulisannya betah saya baca habis semalam, tapi akhirnya rasanya malah seperti awang-awangen kayak Nicky, terlepas dari apapun yang ending buku sudah arahkan :-?

Perjalanan Nicky yang diceritakan sepanjang buku terlihat sebagai rangkaian kejadian yang okay-then-what-next meskipun kalau meninjau dari satu demi satu, memang ada semacam pesan dan pemahaman yang mungkin bisa dipetik. Misalnya soal kehidupan warga ilegal yang bisa cukup digambarkan, lalu soal episode-episode yang membuat Nicky berpikir dan "belajar" soal kemungkinan yang ditawarkan bakatnya menulis, serta tentang episode-episode yang membuat Nicky "belajar dan mengalami" cinta serta mengevaluasinya (...). Saya jadi merasa insecure karena... rasanya kalau dijadikan keseluruhan perjalanan, seperti sikap hidup Nicky (as I perceived, okay) ya awang-awangen saja, dan itu agak bikin saya "khawatir dan frustrasi" karena saya membaca buku ini dengan ekspektasi yang tinggi mengenai pengalaman dan pemahaman apa yang saya dapet, esensi apa yang bisa saya dapet.


Apakah penulis bermaksud membuatnya, somehow, dengan kata-kata saya, realistis bahwa terkadang memang momen-momen perjalanan hidup itu ya memang begitulah, terjadi seperti ilusi yang satu waktu sangat jelas, tapi itu bisa berlalu begitu saja dan kamu terus hidup dan menemui kejadian dan "ilusi" lainnya. APA MUNGKIN PIKIRAN SAYA YANG BELUM NYAMPE? =)) orz.


Sudut pandang orang pertama yang dipakai, buat saya sudah nyaman untuk dibaca saja sampai akhir, meskipun kalau bicara soal apakah sudut pandang orang pertama itu membuat saya juga dapat "merasakan" pengalaman/gejolak (?) si tokoh, saya merasa tidak merasakan efeknya dalam muatan yang semestinya (??). Saya tidak bisa mengidentifikasi momen-momen yang dialami Nicky dirasakan/diterima sebagai apa dan secara bagaimana dan mempengaruhi secara bagaimana ke depannya bagi Nicky, seolah melihat Nicky dari "luar", padahal buku ini menceritakan sudut pandang Nicky, kalau tidak ada kata/kalimat eksplisit yang menggambarkan momen itu langsung... atau deskripsi dari perilaku tertentu Nicky yang sedang ter-impact feelingsnya, mungkin seperti deskripsi soal pandangan mengabur, tubuh yang merosot, ... itupun sebenarnya, pemahaman mengenai "dinamika dalam diri Nicky" masih hanya semacam "perkiraan" saja.

Ketika akhir-akhir buku kadang Nicky bisa digambarkan/menggambarkan dirinya mungkin menangis atau menanar dan sebangsanya pun saya merasa hanya bisa bingung dan gak terlalu menangkap signifikansinya (...) mengingat gimana sikap Nicky yang (mungkin) sudah terlanjur saya cap awang-awangan selama ini (srry my bad...? xDD). Pertanyaan-pertanyaan bodoh pun muncul dari saya seperti "lho kenapa gini sih?", "jadi ini sebenernya gimana?" dan begitulah yang bahkan saya rasanya pengen pundung aja kalau suruh nginget-nginget lagi, udah beberapa minggu (1-2 minggu) sih saya ngelarin buku ini =)) ...saya jadi meragukan kematangan berpikir saya


Masih nyambung sama "gak ngonek"nya saya dengan sosok Nicky, maka saya juga akhirnya merasa bertanya-tanya mengenai keputusan Nicky yang ogah pulang ke Jakarta setelah diusir. Kalau memang nggak tahu mau ngapain sih iya mungkin bisa, tapi bukannya toh di Boston aja sebenarnya sebelas-duabelas? Apa mungkin karena di Jakarta ada keluarga atau siapa yang mengharapkan Nicky akan melakukan sesuatu atau apa... tapi terus saya kepikiran kalau lha bukannya Nicky pergi ke Boston juga dalam status terakhir di kampusnya di Jakarta masih semester 3 yang intinya masih gak tua-tua banget lah... Mengapa Nicky tidak misalkan, kuliah dulu dan menamatkannya atau gimana... Ya tapi, mungkin saya emang gak konek, dan saya toh juga bukan penulisnya hehe. With all respect ^^a

Contoh lain lagi soal curhat saya soal perasaan merasa gagal paham sama nak Nicky, huehehe, saya juga merasa agak kurang bisa mengerti mengapa Nicky entah kenapa kok kelihatannya bagi saya "gampang amat ya ketemu kencan lagi" bahkan setelah menjadi orang ilegal,,, saya jadi bertanya-tanya apakah Nicky ceritanya ganteng? Atau ada aura tertentu dari keawang-awangannya yang gak terikat atau mengikat yang menarik wanita-wanita yang ditemuinya? Lalu juga soal kebiasaan ngebul (ngerokok) Nicky yang masih berlanjut bahkan setelah ceritanya dia sudah lebih pas-pasan, entah kenapa saya merasa agk bingung karena ini "bertabrakan" dengan pemikiran saya selama ini kalau rokok di luar negri itu mahaal, kecuali beli yang bebas pajak... kalau gitu apakah Nicky punya akses beli rokok murah? Atau selama ini pengetahuan saya itu sudah kudet? XD

Yah, penggambaran hidup di negara seperti Amerika Serikat memang sudah cukup bisa digambarkan dengan baik oleh penulis, soal kerasnya persaingan dan sebagainya. Hanya saja saya berpendapat bahwa terkadang penggambaran suasana atau keadaannya masih dapat potensial untuk menjadi tidak "tersampaikan", misalnya waktu ada bagian tertentu yang menyebutkan hal-hal yang dilakukan pada tanggal 4 Juli. Saya rasa tidak semua pembaca akan tahu kalau 4 Juli adalah Independence Day di Amerika Serikat. Interaksi non-verbal antar-karakter juga ada yang menurut saya bisa demikian kalau memang gak familier atau gak "sampai" (kayak saya, hiks). Just minor notes, though.


Pada akhirnya saya pun tidak bisa menentukan apakah ini adalah suatu bacaan yang sudah memberikan pengalaman keseluruhan yang bagus bagi saya, dan jujur saya merasa cukup "gemes" karenanya =)) ikutan awang-awangan kayak Nicky yang mau maju boleh, mundur juga gak papa, iya boleh, nggak juga nggak apa-apa. APA COBA. Saya merasakan ketidakyakinan, ketidakpastian seperti nak Nicky mungkin di awal WEY  dan pikiran "terus sebenarnya apa yang sebaiknya saya ambil dari buku ini?" yang rasanya mengganjal karena jawabannya pun terasa terlalu seperti ilusi. HALAH.

Terlepas dari adanya banyak kalimat dan kejadian yang menarik dan berkesan untuk dibaca, mungkin akan terlalu memaksakan diri kalau saya bersikeras tetap menganggapnya sebagai sesuatu yang harus memiliki kesimpulan mutlak atau jawaban akhir, karena toh ini semacam perjalanan hidup, ya, pelajaran atau esensinya terlalu tidak bisa langsung nan gamblang disimpulkan sebagai akhirnya. Mungkin satu kejadian dapat dipetik maknanya, lainnya (kita, atau saya anggap) "tidak". Apalagi jika seperti buku ini yang mungkin memuat hanya dalam semusim dari hidup yang terus berlanjut ^^aa

*note: gifs aren't mine, okay!

2 comments:

  1. ^_^ sepertinya kurang memuaskan, ya? Aku pengin baca. Tapi masih observasi review teman-teman pembaca, sampai akhirnya nemu review ini. Jadi mikir pengin nyari buku lain dulu aja deh :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa dibilang begitu sih secara menyesalnya >< tapi sebenarnya lebih ke "gagal konek" aja kalau di saya xDD eeeh ((mendadak bingung #lah)) saran saya sih baca aja gakpapa karena siapa tahu malah kak Amaya lebih ngeh hhe^^ #plak
      Terima kasih ya^^

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Back to Top