Penerbit: Mizan Fantasi
Tahun terbit: 2014
Edisi: Paperback, bahasa Indonesia.
"Genre": Awesomeness, Fantasy, Greek Mythology
Get the book!
Apakah "Darah Olympus" terdengar sebagai judul yang "gahar"? Well, bahkan meski buku ke-5 dari seri Heroes of Olympus ini sebenarnya masih dirating sebagai buku anak-anak, mau tidak mau kesan bahwa buku ini akan "dramatis" sepertinya tidak berlebihan. Kalau Anda adalah pengikut (?) seri ini, dan bahkan sudah mengikuti cerita "franchise mitologi modern" buatan Rick Riordan sejak Percy Jackson and The Olympians, saya tidak menyalahkan jika ada ekspektasi yang bisa dibilang sangat besar untuk buku ini. Ada alasan yang cukup kuat untuk itu, yaitu fakta bahwa buku ini adalah buku penutup dari seri Heroes of Olympus.
Tahun terbit: 2014
Edisi: Paperback, bahasa Indonesia.
"Genre": Awesomeness, Fantasy, Greek Mythology
Get the book!
Apakah "Darah Olympus" terdengar sebagai judul yang "gahar"? Well, bahkan meski buku ke-5 dari seri Heroes of Olympus ini sebenarnya masih dirating sebagai buku anak-anak, mau tidak mau kesan bahwa buku ini akan "dramatis" sepertinya tidak berlebihan. Kalau Anda adalah pengikut (?) seri ini, dan bahkan sudah mengikuti cerita "franchise mitologi modern" buatan Rick Riordan sejak Percy Jackson and The Olympians, saya tidak menyalahkan jika ada ekspektasi yang bisa dibilang sangat besar untuk buku ini. Ada alasan yang cukup kuat untuk itu, yaitu fakta bahwa buku ini adalah buku penutup dari seri Heroes of Olympus.
Ya, petualangan luar biasa yang melibatkan tujuh setengah-dewa (selanjutnya disebut demigod) dalam ramalan untuk mengalahkan Ibu Bumi yang disokong kekuatan pasukan putra-putri raksasa dan pasukan haus darah untuk menghancurkan dunia sudah mencapai pungkasnya di buku ini. Anda mau hyperventilate (lagi), dipersilakan.
Sedikit mengulas seri ini kembali, Heroes of Olympus diawali dengan petualangan Jason Grace dan Percy Jackson yang sama-sama kehilangan ingatan dan harus "bertukar tempat" antara Perkemahan Blasteran Yunani dan Perkemahan Blasteran Romawi, masing-masing dalam The Lost Heroes dan The Son of Neptune di mana mereka juga "menjalin persahabatan baru". Kedua buku yang mengawali seri ini tentunya memuat misi berbahaya. Masing-masing adalah "awal" dari petualangan kolosal untuk menjelajah hingga Negeri-negeri Kuno Romawi dan Yunani dengan kapal Argo II yang dalam buku ketiga Mark of Athena. Annabeth Chase, love interest Percy mengemban tugas krusial sebagai kunci memersatukan kedua perkemahan blasteran. Akan tetapi, seakan tidak cukup mengesankan dengan perjalanan para demigod hingga ke Negeri Kuno, dalam The House of Hades perjalanan panjang untuk mengalahkan Dewi Bumi juga menuntut Percy Jackson dan Annabeth Chase hingga ke kedalaman Tartarus dalam rangka menutup pintu ajal, yang tidak lain sebagai salah satu "tugas krusial" dari banyak tugas dan ujian lain.
Berangkat dari apresiasi yang besar dari The House of Hades, akhir pamungkas yang "besar" menjadi semakin ditunggu-tunggu bagi Blood of Olympus. Terbitnya buku ini disambut dengan antusiasme yang cukup besar, tidak terkecuali saya yang sudah mengoleksi dan mengikuti ceritanya. Perkembangan tiap tokoh yang diwujudkan dalam banyak momen-momen berkesan dan menjadi salah satu alasan mengapa saya memberikan pujian besar (and lots of feels) pada House of Hades akan mencapai "kulminasi"nya untuk pertarungan akhir dalam buku kelima ini.
Setelah diLINE sama Sany kenapa saya belum buat review lagi, akhirnya saya jadi terdorong bikin review, hahaha. Terkadang dorongan bertindak saya semacam latah #....
Setelah diLINE sama Sany kenapa saya belum buat review lagi, akhirnya saya jadi terdorong bikin review, hahaha. Terkadang dorongan bertindak saya semacam latah #....
Jika diumpamakan bahwa "bahan-bahan" untuk mengalahkan Ibu Bumi sudah dikumpulkan dari sejak buku pertama hingga ke empat, maka dalam buku kelima ini yang "tersisa" adalah tugas dan ujian untuk memastikan bahwa segala hal yang berpeluang untuk memperbesar kekuatan tempur dalam pertarungan terakhir sudah dilakukan dan "diposisikan" secara seharusnya. Lalu tentu saja, pertarungan pungkas yang akan menyelesaikan seluruh keping ramalan. Hal-hal tersebut tentunya bukan tugas yang remeh-temeh, dari mulai mencari dan menempuh rute teraman (dari sejumlah pilihan rute yang sama-sama berbahaya) menuju tanah kebangkitan Ibu Bumi di Athena, Yunani; hingga tugas untuk mengekang seorang dewi serta mengembalikan simbol seorang dewi. Anak buah Ibu Bumi disenjatai dengan dendam dan kekuatan besar, terutama para raksasa yang hanya dapat dikalahkan dengan kerjasama dewa dan demigod. Padahal keselarasan diri para dewa-dewi tengah terombang-ambing antara sisi Yunani dan Romawi mereka. Untuk mencegah Ibu Bumi mencapai tujuannya akan membutuhkan pengorbanan besar, terutama dengan adanya kematian yang pasti bagi salah satu dari ketujuh demigod dalam ramalan. Siapa yang akan berkorban? Akankah darah Olympus menetes?
Sudut pandang penceritaan dari beberapa demigod yang diceritakan bergantian, namun yang menjadi suatu poin penting dan memberikan kepuasan membaca bagi saya adalah adanya sudut pandang penceritaan dari tokoh Reyna Ramirez-Arellano dan Nico di Angelo (maaf karena nama panjangnya Reyna itu ribet) which is soooo almost feels like awesome because I too demand a Nico's POV since my review of House of Hades and it seems like Mr. Riordan knows best (to ruin our feels, nope). Meskipun demikian, secara logika penceritaan, sebenarnya POV Reyna dan Nico ini masuk akal karena keduanya melakukan sebuah tugas penting untuk memastikan agar Perkemahan Blasteran Yunani dan Romawi tidak menghancurkan satu sama lain dalam peperangan yang sebenarnya "turunan sejarah". Interaksi Reyna dan Nico membuat rasa "gundah" saya mengenai "posisi luar" mereka dari ketujuh-demigod-dalam-ramalan menjadi terasa terbayar, karena mereka menjalin semacam persahabatan yang manis sekali sebagai dua orang yang kebanyakan harus menempuh banyak tugas berat dan menanggung tanggungjawab tapi merasakan sebentuk isolasi dan "kesepian" :''''.
Sudut pandang Reyna membuat saya sebagai pembaca merasakan adanya "girl power" yang terlihat dari adanya ketegaran, sikap keksatriaan, tapi juga dengan adanya "kerapuhan" yang tetap terpotret dengan baik sebagai gambaran utuh diri Reyna yang membuat Reyna terasa relatable. Meski mungkin nggak dapat rejeki jodoh dengan demigod lain, dan itu merupakan bahan "provokasi" yang digunakan untuk menjatuhkan dia oleh musuh yang bisa dibilang sangat kuat untuk bisa memburunya (dan Nico, dan Pak Pelatih Hedge sang guru/satir pendamping yang akan jadi ayah ah panjang ceritanya) tapi itu malah membuat dia jadi punya kekuatan sendiri, dan saya rasa pesan tersendiri juga jadi tersampaikan melaluinya.
**awal zona fangirling*
"Nilai diriku tidak ditentukan oleh cowok-cowok yang mungkin menyukai atau tidak menyukaiku."
REYNA IS INDEED A BADASS AND I WOULD GLADLY "FOLLOW" HER AS MY PRAETOR #...
"Anakku jarang yang berbahagia. Aku... aku ingin melihat kau menjadi perkecualian."
AND DON'T FORGET NICO BBY I TOO HOPE YOU HAPPINESS LIKE YER FATHER DO.
**akhir zona fangirling**
Adanya sudut pandang Nico dalam buku ini membuat rasa penasaran dan gregetan saya untuk melihat ke dalam dari bocah ini juga terbayar, hiks. Sebagai Anak Hades yang mungkin juga kebawa "pamor" bapaknya yang sering "disisihkan" dari Zeus dan Poseidon meskipun nggak kalah kuat, cobaan dan beban Nico serasa terlalu berat bagi bocah seumurnya #..., dan itu tergambar melalui sudut pandang penceritaannya di buku ini. Nilai plus lagi pokoknya, apalagi dengan adanya "kesepahaman" dan "respek" yang ia dapat dan berikan dengan menjadi teman satu misi Reyna, rasanya puas banget. OH AND WHEN HE IS ABLE TO SHOW A VERY BADASS/UNDERWOLD-ISH/SCARY POWER LIKE NEVER BEFORE, HANDS DOWN FOR YOU NICO DI ANGELO. NO WE WON'T LEAVE YOU JUST BECAUSE YOU CAN PUNISH SOMEONE LIKE THAT EVEN WHEN THAT PERSON DESERVES IT, SO DOES REYNA WOULD NOT **fangirl zone expanded**. Pokoknya dinamika-dinamika yang sedih tapi unyu tapi sedih dari Nico sebagai Putra Hades, bahkan meski hanya melalui cerita trivial yang insignifikan bikin hati jadi trenyuh.
Sisi positif dan mengagumkan dari novel ini juga tentunya dari "keterlibatan besar" para tokoh favorit lain yang menjadi ilustrasi betapa pertarungan dengan Ibu Bumi sungguh-sungguh ngehits banget (#APA). Dapat dirasakan betapa "megah" lingkup pengaruh pertarungan ini, dengan banyak yang harus berkorban mengingat rintangan, musuh, dan cobaan yang ada. Saya mengapresiasi keberhasilan dan kepiawaian om Riordan untuk menggambarkan suatu kondisi yang gak main-main dan merupakan a whole new level of epic dari setiap petualangan besar yang sudah beliau tuliskan.
Sedikit hal yang menjadi "ganjalan" saya adalah, terlepas dari kepuasan saya untuk membaca sudut pandang Nico dan Reyna di buku ini, ketiadaan sudut pandang Percy dan/atau Annabeth membuat akhir seri ini terasa "janggal". Bukannya saya shipper Percabeth, hanya saja selama ini mereka lah yang sudah sedari dulu melalui seri Percy Jackson and The Olympians, dan mereka juga sudah sampai sejauh ini... masa sih di buku akhir yang mungkin menampilkan mereka, terus hanya terasa "ya... hebat kayak biasanya" bagi pembacanya yang sudah lama mengikuti, maksudnya dalam hal ini, saya sendiri #plak. "Keterlibatan" mereka dalam menjalankan/menghadapi tugas dan ujian menuju kulminasi hingga peran mereka dalam pertarungan utama yang ditunggu dengan Ibu Bumi terasa kurang dominan dibanding karakter demigod lain sesama tujuh demigod dalam ramalan. Oke lah, meski Piper sang Putri Aphrodite dengan "kecerdasan perasaan"nya bisa dibilang menjadi yang paling menonjol bagi saya, bersama dengan kegeniusan gila kesayangan a la Leo sang Putra Hephaestus. Rasanya setelah petualangan Percy dan Annabeth dari Tartarus, om Riordan terasa seperti memutuskan untuk tidak "menekankan kekuatan" keduanya di buku pamungkas seri ini. Bukannya saya meremehkan pengalaman mereka di Tartarus, tapi tetap saja karena masih ada lanjutan cerita melalui buku kelima ini, mereka tidak bisa hanya dianggap "sudah sangat luar biasa" begitu saja melalui sudut pandang orang lain.
Saya akui bahwa "formulasi" alur dan konflik seri ini sudah sangat matang sehingga memperbesar kemungkinan pembaca setianya untuk menyimak terus buku ini sampai lembar terakhir. Hal itu yang terjadi pada saya, setidaknya. Akan tetapi, saya masih merasa bahwa buku pamungkas ini masih kurang mengena dibandingkan dengan buku sebelumnya, House of Hades. Sebenarnya bukannya dalam buku ini masih kekurangan ujian dan tantangan, akan tetapi dengan kesan "peran" Percy dan Annabeth dalam keseluruhan cerita di buku ini yang terasa seperti icing penghias di atas kue, saya merasa bahwa Blood of Olympus ini tidak melebihi ekspektasi saya, bahkan masih sedikit di bawah tingkat ekspektasi saya. Tidak berarti bahwa saya menyangkal bahwa setiap karakter menyumbang peran dan sudah berkembang dan lebih matang dan kuat karenanya, hanya saja dalam buku kelima ini hal tersebut seakan menjadi "elemen sekunder" yang dibiarkan untuk tidak dikemas dalam kesan yang "monumental" untuk menutup cerita yang sudah dibangun selama ini. Mungkin saya memasang fokus ekspektasi saya itu di poin yang tidak dimaksudkan dalam pertimbangan utama om Rick dalam menyelesaikan Heroes of Olympus.
Akan tetapi buku ini juga tidak tepat kalau dibilang membosankan. Saya akui bahwa memang saya juga sempat sangat terkesan dengan ilustrasi pertarungan finalnya dengan raksasa yang pas banget karena di asal mitologi Yunani sendiri dan nampak seakan "luar biasa" banget. Sayangnya kesan "luar biasa" itu tidak secara merata terbangun untuk dapat mengapresiasi keseluruhan pertarungan akhirnya, yang melibatkan banyak pihak dan terjadi tidak hanya di satu tempat. Saya malah seperti bias untuk hanya lebih menginvestkan feels pada hal yang dialami Nico dan Reyna secara mendominan, dan hanya merasakan feels hanya pada adegan-adegan tertentu yang sudah saya singgung-singgung. Justru malah saya seperti berbahagia secara bias pada akhir yang dialami Leo sang Putra Hephaestus setelah saya sempat khawatir ia sungguhan menjadi sisihan dari keenam rekannya dan tidak dapat jodoh karena sempat patah hati. Iya sih Reyna sempat patah hati juga tapi di buku ini saya juga puas untuk ending terhadap dia dan tentunya ending bagi Nico, yang juga memang sempat menelan pil patah hati juga padahal masih bocah. Maaf bukannya saya berharap Heroes of Olympus ini harus kasih fasilitas biro jodoh juga buat setiap karakternya tapi kan you know what I mean =)).
Pada akhirnya, tetap saja dengan segala kenyolotan pendapat apa adanya yang saya miliki terhadap buku kelima ini, saya sangat berterima kasih pada om Rick karena sudah "membawa" saya dalam petualangan yang luar biasa dan memorable untuk terus diikuti hingga akhir. Saya lega karena kemungkinan berjumpa dengan kisah petualangan yang baru tetap ada dengan sedikit "celah" yang ada dan kemungkinan awal yang baru tanpa menggugat akhir yang pantas bagi para pahlawan demigod muda yang masing-masing sudah menyentuh hati (dan atau feels) serta menginspirasi dan menyampaikan pesan berharga. Saya tetap sangat menunggu karya Rick Riordan selanjutnya!
No comments:
Post a Comment