Tuesday, August 26, 2014

Ness, Patrick. THE KNIFE OF NEVER LETTING GO (Chaos Walking Trilogy #1)


Cuz as me the almost-man looks up into that town, I can hear 146 men who remains. I can hear every ruddy last one of them. Their Noise washes down the hill like a flood let loose right at me, like a fire, like a monster the size of the sky come to get you cuz there's nowhere to run.

Tahun terbit: 2010
Penerbit: Candlewick Press
Edisi: E-book (.epub), bahasa Inggris
"Genre": Interesting Premise, Sci-Fi, Children. Dystopia

Dunia bagi Todd Hewitt selama hampir-tiga belas tahun hidupnya di New World selalu berkisar pada kota Prentisstown, kota yang seluruhnya berisi pria dan Noise, sehingga dengan demikian setiap orang mengetahui apa yang dipikirkan satu sama lain. Todd adalah anak laki-laki terakhir di kota yang akan segera menjadi "pria" (man) saat ulang tahun ketiga belas nya nanti. Sebagai satu-satunya yang belum dianggap "dewasa", Todd pun banyak menghabiskan waktu dengan anjingnya, Manchee. Ah, Manchee, Manchee, what an adorable talking-dog T___T, Manchee bisa bicara dengan kapasitas binatang karena nampaknya "bakteri" penyebab munculnya Noise pada setiap penghuni New World juga "hinggap" pada hewan. Ehem, maaf karena fangirl lewat, but well...  Inilah New World, ketika setiap yang hidup bertukar interaksi tidak hanya melalui lisan tetapi juga lewat Noise. Semuanya kecuali wanita, yang tidak memiliki Noise dan juga tidak pernah dilihat Todd lagi di Prentisstown. Todd pun percaya bahwa ibunya telah lama tiada, sebagai anak yang sejak kecil sudah dirawat oleh Ben dan Cillian.

Mengikuti sudut pandang dan penarasian Todd, atmosfir "muak" pada kehidupan Prentisstown yang hanya berisi para pria dan tidak pernah ada orang yang bisa tenang dengan pikirannya sendiri pun mewarnai bagian awal buku, begitu pula dengan "kekesalan" Todd karena merasa sebagai satu-satunya anak laki-laki di antara pria dan ingin segera dianggap sebagai orang dewasa, di ulang tahunnya yang tinggal tiga puluh hari. Penulisan dari narasi Todd yang "sembarangan" dalam tata bahasa dan ejaan membutuhkan penyesuaian, tapi di saat bersamaan merupakan keunikan dari novel ini, karena menggambarkan Todd sebagai sosok yang memang illiterate (buta huruf).

Harus saya akui saya sempat cukup mandek dalam waktu yang lumayan panjang di bagian-bagian awal, mungkin juga karena penuturan yang tidak biasa dari Todd dan juga bagaimana hal itu pun kemudian membuat kalimat-kalimat membutuhkan waktu lebih untuk dicerna, hehe. Saya ingat memang waktu sedang membaca ini pun saya menyelingi dengan buku terjemahan (bahasa Indonesia) yang lebih enteng hehehe.

Well, akan tetapi kemudian saya pun kembali mendapatkan pencerahan (?) untuk bisa melanjutkan membaca buku ini karena setelah Todd dan Manchee menemukan adanya sebuah "keheningan" di antara Noise yang terdengar dari Prentisstown sepulang dari jalan-jalan mereka di rawa, keseruan dan tanda tanya langsung membahana (#...) karena Ben dan Cillian langsung mengarahkan Todd untuk meninggalkan Prentisstown. Adanya "keheningan" tersebut pun juga tak bisa dihindari untuk diketahui oleh pria lain melalui Noise, dan mendadak saja suasana menjadi serius dan penuh ketegangan. Mengapa Todd harus pergi meninggalkan satu-satunya "kehidupan" yang diketahuinya?


"Then trust me when I say that the things you know right now, Todd, those things ain't true."
...
"If I told you now, it would buzz in you louder than a hive at honey-gathering time and Mayor Prentiss would find you as fast as he could spit. And you have to get away from here. You have to, as far as you can."
"But where?" I say, "There ain't nowhere else!"
Ben takes a deep breath, " There is," he says, "There's somewhere else."

"Diperintahkan" untuk pergi sejauh-jauhnya dari satu-satunya kota yang ia tahu hanya bersama Manchee tanpa dibekali penjelasan jelas kecuali bahwa ia harus memberikan peringatan atas keadaan serius di Prentisstown, buku harian mendiang ibu yang selama ini disimpan Ben dan Cillian, serta pisau berburu dari Ben di luar perbekalan seadanya lainnya, kemalangan Todd - iya, saya anggap ini kemalangan karena saya bisa ikut merasakan takut, bingung, dan sedihnya dik (#...) Todd... huhu, Mr. Ness why you so cruel to your main character... - tidak berhenti sampai di situ. Bahaya sudah mengikuti dan mengancam Todd ketika ia tengah berupaya menuruti perintah kedua pengasuh-rangkap-ayah, tanpa alasan yang tidak Todd (dan pembaca) mengerti, terutama dari kejaran Aaron, pendeta (terjemahannya preacher apa yak hehe) dari Prentisstown.

This is a fan-art that I not made myself. It belongs to its respective artist.

Dalam usahanya untuk meninggalkan kota, ternyata Todd pun dipertemukan dengan Viola, yang notabene adalah seorang gadis. Todd tidak memahami Viola karena perempuan tidak mengeluarkan Noise, dan Viola pun tidak bisa langsung mempercayai Todd. Pertemuan keduanya bukan pertemuan yang membahagiakan, tapi diwarnai rasa takut. Viola baru saja kehilangan kedua orangtuanya, padahal ia sekeluarga adalah semacam "rombongan penjajak" yang akan memandu mendaratnya orang-orang dari Old World untuk memulai hidup baru di New World. Viola tidak ketinggalan mendapatkan kemalangan untuk diserang oleh Aaron untuk alasan yang tidak bisa langsung dimengerti sehingga ia pun takut jika Todd juga akan menyakitinya. Hanya posisi sebagai dua anak yang berusaha tetap selamat lah yang kemudian membuat mereka melanjutkan perjalanan bersama untuk mendapatkan pertolongan, serta untuk memberikan peringatan - karena ternyata para pria di Prentisstown berbaris dalam pasukan, mengejar Todd dan Viola, mengejar satu-satunya anak laki-laki yang tersisa dan belum dewasa untuk menyempurnakan suatu rencana. New World ternyata berada dalam kondisi membahayakan yang membuat Viola harus menemukan cara agar ia bisa menghubungi penduduk Old World yang masih dalam perjalanan dengan pesawat-pesawat ruang angkasa di luar sana.

Yep, buku pertama ini menceritakan perjalanan Todd dan Viola yang super-ngenes nan menyedihkan, berjuang untuk bisa menemukan tempat aman di tengah dunia yang serasa sudah gila dan jauh dari apa yang diketahui selama ini. Nggak tanggung-tanggung, bertubi-tubi sekali kemalangan dialami oleh Todd dan Viola yang membuat saya heran kenapa buku sengenes ini masuk bacaan Children Litertaure hiks. Lambat laun, alur buku ini pun serasa "menghanyutkan" untuk membuat saya ikut berkubang dalam kebingungan dan kesedihan Todd, nggak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi, dan ia kehilangan rasa aman yang dikenalnya.

You can't love nothing or no one cuz it'll all be taken away or ruined and you'll be left alone and constantly having to fight, constantly having to run just to stay alive.

Cukup banyak kondisi yang bernuansakan kekejaman dan keputusasaan yang harus mau tak mau ditanggung keduanya, entah itu mengimplikasikan permasalahan sosial di mana anak-anak yang sebenernya tidak berdosa terpaksa harus melindungi dirinya di tengah dunia yang menyimpan rahasia yang tidak mereka pahami dan berlaku kejam pada mereka sehingga mau nggak mau anak-anak itu harus mengambil tindakan yang menyakitkan untuk dilakukan atau gimana T___T


...daaan yang paling bikin nyesek dari semua itu adalaah bahwa buku ini pun berakhir dengan kenyataan yang bikin hati mencelos, setelah penuturan cerita sudah sukses mengikat pembaca untuk terus mengikuti ceritanya karena ingin bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, dan apakah Todd dan Viola bisa selamat untuk menemukan pemukiman yang mereka yakini akan bisa membantu mereka, Haven.

...maaf tadi agak spoiler tapi kira-kira begitulah pengalaman membaca Chaos Walking #1 ini bagi saya. Meskipun entah terus didorong oleh harapan atau ketakutan untuk terus melanjutkan perjalanan mereka, Todd dan Viola sudah membuat saya menaruh simpati besar pada kelanjutan kisah mereka dan di saat yang bersamaan juga harapan bahwa semuanya akan membaik bagi mereka pada akhirnya. Indeed, karena seiring perjalanan, Todd dan Viola menjadi sepasang yang bisa saling mengandalkan dan mempercayai, dan itu terasa indah meski kemalangan mendera #plak, saya yakin bahwa masih akan ada happy ending buat mereka T___Tb

"But there's hope at the end of the road. You remember that."
"I think maybe everybody falls," I say, "I think maybe we all do. And I don't think that's the asking."
...
"I think the asking is whether we get back up again."

This review is submited for:
New Author's Reading Challenge 2014
Books in English Reading CHallenge 2014

2 comments:

  1. Sudah lama kepingin baca buku ini. Review-nya mantap, bikin penasaran juga. Jadi pengen segera baca. Oh ya, aku suka banget tampilan blog ini. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih^^ wah, ayo ayo kak segera dibaca :D seru lho kak meski kasihan (#....)

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Back to Top